TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dibanjiri pertanyaan mengenai mahalnya tarif tiket pesawat saat menghadiri rapat bersama Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019.
BACA : Warga Minang Pulang Basamo, Gubernur: Berkah Tiket Pesawat Mahal
Sejak awal rapat dibuka, Ketua Komisi V Fary Djemy Francis sudah menyatakan bahwa salah satu topik yang perlu dijawab Budi adalah mengenai harga tiket pesawat yang terlampau tinggi beberapa waktu terakhir.
"Kita sudah ada tarif batas atas sebenarnya, tapi berdasarkan pengalaman kerap dilanggar, nah sekarang sudah ada tarif batas atas yang baru, bagaimana kalau dilanggar lagi?" ujar dia dalam memulai rapat tersebut.
BACA : Tips Dapat Tiket Pesawat Murah untuk Mudik Lebaran dari Tiket.com
Fary mencatat beberapa kasus pelanggaran tarif batas atas tersebut. Misalnya, untuk rute Jakarta - Surabaya, yakni dengan tarif batas atas Rp 1.322.000. Maskapai tercatat pernah mematok harga di atas itu, yakni Garuda Indonesia Rp 1.644.000. Sementara Air Asia mematok Rp 679 ribu.
Begitu pula pada rute Jakarta - Yogyakarta dengan tarif batas atas Rp 993 ribu. Fary mengatakan Garuda Indonesia kembali mematok tarif di atas itu yaitu Rp 1.232.800. Adapun Sriwijaya Air Rp 1.077.00, Citilink Rp 1 juta, Batik Air, Rp 1.132.000, dan Lion Air Rp 1.022.800. "BUMN tapi kok melanggar tarif batas atas," kata Fary.
Anggota Komisi V DPR dari Partai Amanat Nasional Bakri H.M juga mengatakan beberapa waktu terakhir tiket pesawat memang sempat turun. Namun penurunan itu tidak stabil lantaran kadangkala harga kembali melambung. Ia pun menanyakan apakah Budi bisa menjaga tarif pesawat itu agar terjangkau masyarakat di masa Lebaran kali ini.
Selanjutnya, perwakilan Fraksi Demokrat Jhoni Allen Marbun mengatakan tarif batas atas dan bawah yang ditetapkan Kementerian Perhubungan sudah bagus. Namun itu masih di tataran konsep.
Ia mempertanyakan kenapa Air Asia yang tidak dapat tugas negara bisa memasang tarif murah. Sebaliknya, Garuda Indonesia malah mematok harga tinggi. Ia juga menyoroti tarif Lion Air Group dan Garuda Indonesia yang cenderung sama tingginya. "Ini ada kolaborasi yang tidak sehat."
Sementara, perwakilan fraksi PDIP Anthon Sihombing mengatakan kalau itu adalah persoalan kartel pesawat, maka penyelesaiannya harus mengundang berbagai pihak terkait seperti Kementerian BUMN, Pertamina, hingga KPPU. "Ini jadi tugas kita, karena ini terasa kok saat pulang kampung ternyata tiket pesawat mahal," kata dia.
Di samping itu, Anthon juga menyoroti sempat adanya fenomena orang Indonesia yang memilih transit di luar negeri ketimbang penerbangan langsung, lantaran harganya lebih ekonomis. Ia pun menanyakan apakah Menhub bisa menjamin tiket pesawat segera turun dan bisa dijangkau masyarakat. "Kita harus akui tiket pesawat di Indonesia sangat mahal."
Menanggapi hal tersebut, Budi Karya mengatakan memang tiket pesawat sempat relatif mahal. Namun, ia mengimbau maskapai menyesuaikan tarif tersebut agar lebih terjangkau. Ia mengatakan penetapan tarif adalah mekanisme pasar dan bukan ranah regulator.
Untuk itu, Kemenhub beserta dengan Kemenko Perekonomian dan Sekretariat Kabinet menetapkan tarif batas atas anyar. Ia pun memastikan bahwa selama ini tidak pernah ada pelanggaran tarif batas atas.
"Kalau di lapangan ada seolah di atas tarif batas atas, itu karena tarif batas atas masih di luar PPN dan airport tax," kata Budi. Ia juga sudah meminta maskapai berbiaya murah agar mematok tarif murah untuk tiket pesawat.